Cinta Ayah untuk Oscar



Sibuk urusan kantor, me time untuk seorang bumil, bukber sana sini, dan laptop hilang membuat blog ini jadi terbengkalai. Begitu melihat ada pengumuman tentang lomba dari Komunitas Blogger Pontianak alias KBP yang berhadiah baju dan THR sejumlah uang tunai, aku jadi semangat lagi untuk nulis. Tergiur lah ceritanya. Hihihi. Bagaimana nggak tergiur, hadiah yang ditawarkan ialah baju kualitas premium dari brand Mickot. Sudah jadi rahasia umum kalau produk kemeja dari Mickot ini multi fungsi, kemeja koko gitu. Bisa digunakan untuk ngantor ataupun acara keagamaan. Keren kan?
Lomba dari Komunitas Blogger Pontianak ini mengusung tema tentang menuliskan sosok lelaki  yang dicintai. Aku sempat berpikir, siapa ya yang bakalan jadi tokoh utama dalam postingan blog ini? Sebenarnya mau nulis tentang suami, tapi... rasanya aku bakalan cerita tentang seorang pria yang sudah kukenal sejak 27 tahun yang lalu. Dia adalah Ayahku, seorang ayah yang sangat teramat menyayangi anak bungsunya, Muhammad Oscar Wijaya. Oscar bagiku seorang adik luar biasa yang membutuhkan perhatian khusus karena kondisi fisik dan mentalnya yang tidak sesuai dengan anak berumur 17 tahun.
Aku tak mau membuat postingan ini penuh dengan air mata dengan cerita-cerita mengharu biru, tapi aku akan membuat kalian yang membaca tulisan ini menjadi tersenyum karena aku belajar dari Ayah untuk bersyukur memiliki seorang adik sepertinya.


Aku bersama Abduh (Adik kedua) sangat senang begitu pulang sekolah mendengar kabar bahwa mama melahirkan di tempat bidan dekat rumah kami. Pada saat itu aku tak merasakan keganjalan dari Oscar, atribut ditubuhnya lengkap, ia sangat lucu dengan wajahnya yang mungil dan kemerahan. Aku dan abduh tak henti-hentinya menebar senyum menatap adik bungsu kami.
Hampir setahun usia Oscar, kami sekeluarga merasa cemas, terutama mama. Oscar tak tumbuh sebagaimana anak-anak seusianya. Oscar mengalami kelambatan tumbuh kembang.
Usaha tak henti-hentinya dilakukan mama dan ayah, dengan rupiah yang terbatas kami hanya mampu membawa Oscar ke terapi tradisional alias diurut. Perkembangan pesat tak terjadi, diusianya yang kedua tahun, Oscar hanya bisa duduk dengan mengoceh berulang kali menyebut kata “mamam”.
Keterbatasan adikku menjadi omongan orang-orang dikomplek rumah kami. Ditambah Oscar sering kali berteriak tak karuan. Mama sempat malu dengan keadaan adik, tapi ayah tak pernah sekalipun menutupi kekurangan adikku. Kebesaran hati ayah membuat mama, aku dan Abduh untuk tetap menerima Oscar apa adanya.
Kabar gembira untuk kami sekeluarga, Oscar sudah bisa berdiri diusianya yang kelima tahun. Kakinya sudah kuat untuk menopang tubuhnya yang mungil itu. Mungkin bagi kalian yang mempunyai keluarga di usia 5 tahun itu hal yang biasa, tapi bagi kami walaupun hanya berdiri dengan berpegangan, itu hal yang sangat-sangat luar biasa. Ditambah senyum  melengkung dari wajah tampan Oscar ketika kami tertawa kegirangan melihatnya berdiri.
***
Butuh empat tahun lagi membuat kaki-kakinya mau melangkah dengan sangat teramat pelan, itupun mesti digandeng. Kalau tidak, ia akan menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai. Mengajari Oscar berjalan sering dilakukan bergantian antara aku, mama, ayah, dan Abduh.
Mendengar ada tempat terapi untuk anak berkebutuhan khusus di kota Pontianak, yaitu di jalan Pak Benceng, aku menyuruh ayah untuk memasukkan Oscar ke sana. Usulanku diterima ayah, dan Oscar pun mengalami perkembangan yang baik selama hampir setahun di terapi. Selama tiga kali seminggu, ayahlah yang menemani Oscar pergi terapi.
 Beberapa bulan di terapi, tangan-tangan Oscar yang kaku dan sering mengepal itu sudah bisa menangkap barang-barang seukuran tangannya. Ia juga sudah bisa minum sendiri walaupun sambil berdiri. Dan, setelah minum ia selalu melemparkan gelas sesuka hatinya padahal air didalam gelas itu masih banyak. Karena tangannya sudah luwes, ia sering menarik-narik baju orang disekitarnya, jangankan baju, rambut pun bisa jadi sasarannya.
Jika ditanya kesal atau tidak dengan perlakuannya yang semakin aktif? Awalnya jelas iya, seringkali pinggangnya jadi sasaran empuk cubitan tanganku, aku juga pernah menjerit ketika sedang asyik menonton televisi rambutku ditarik, atau tubuhku dilempar gelas dan benda-benda lainnya.
Lama kelamaan aku mencoba sabar, seperti ayah yang tak pernah kasar terhadap Oscar. Toh, kalau aku terus-terusan membentak atau membalasnya, ia juga tak mengerti apa yang kulakukan.
Sekarang diusianya yang ke-17, Alhamdulilah, kakinya sudah lihai berlari dan melompat kesana kemari. Selain itu, Oscar mempunyai kebiasaan yang sangat ia sukai, yaitu dibonceng pakai motor setiap pagi dan sore hari bersama Ayah. Ia juga sudah pandai merajuk kalau tak diajak jalan-jalan.
Ayahku pernah bilang, bahwa mempunyai anggota keluarga seperti adik bungsuku ini bisa jadi ladang pahala jika kami dapat menerimanya dengan hati ikhlas, namun bisa jadi ladang dosa jika kami terus menggerutu karena tingkahnya yang luar biasa itu.


4 Responses to "Cinta Ayah untuk Oscar"

  1. aaaak meleleh bacenye.. bapak is the best laah

    BalasHapus
  2. apapun yang dilakukan oleh seorang ayah pasti menjadi ladang amal, apalagi beliau pasti melakukannya dengan 1000% untuk dan atas nama keluarga. apapun beliau lakukan dan tidak ada rintangan apapun jikalau beliau sudah berniat untuk keluarga. semoga makin harmonis ya keluarganya dan selalu diberikan limpahan rezeki dan kesehatan dari Allah SWT. Salam buat keluarga dan ayahnya. izin share ya...

    BalasHapus
  3. Oscar adalah anak bangsa yang penuh semangat. Perlu banyak orang yang besar hatinya untuk terus membuat oscar bahagia

    BalasHapus