Cinta Tanpa Bayangan


“Rin, mau kemana?”
“Ke tempat tanpa bayangan!”
“Maksud kamu ke Tugu Khatulistiwa? Ngapain kesana?”
“Yup! Mau menghapus bayangan!”
***
Karin menyukai Zaka diam-diam sejak awal masuk sekolah. Kemanapun Zaka melangkah, ada Karin yang mengikuti diam-diam layaknya bayangan. Namun Nina sahabat Karin merebut Zaka dengan memacarinya. Parahnya Nina yang tahu perasaan Karin, meminta Karin untuk mengerti.
Gadis normal mana yang akan mengerti keadaan seperti itu? Karin bukan gadis normal, dalam artian dia bisa menerima keadaan yang membuat hatinya teriris, memaklumi sikap keterlaluan Nina, menyimpan rasa kesalnya rapat-rapat.
Setiap jajan makan siang di kantin, Nina mengajak Karin ikut makan bersama mereka. Bangunan sekolah dan kantin sekolah terpisah, mereka harus berjalan dan merasakan panas matahari di kota khatulistiwa ini. Zaka dan Nina berjalan lebih dahulu  di depan, Karin berjalan di belakang mereka. Dari bayangan Zaka, Karin dapat seolah-olah mengenggam tangan Zaka yang menjuntai. Selalu tentang Zaka mengisi hari-hari khayalan Karin, sebab ia tak bisa mengisi hari-hari berdua bersama Zaka di dunia nyata. Karin pernah berkhayal di saat hanya ada dia dan Zaka di meja makan, bagaimana kalau dia mengutarakan isi hatinya.
Khayalannya sirna ketika Nina terang-terangan didepan Karin dan Zaka mengungkapkan apa yang Karin rasa sebagai bahan lelucon. Karin terpaksa tertawa dengan ucapan Nina yang sebenarnya menjatuhkan harga dirinya. Di luar ia tertawa, dalam hati ia menangis. Karin berniat, ia harus mencari cara agar melupakan bayang-bayang Zaka di fikirannya.
***
Guru geografi mengatakan mulai hari ini 21 September sampai 23 September terdapat fenomena alam yang menakjubkan terjadi di Kota Pontianak, yaitu titik kulminasi matahari. Fenomena alam ini dapat dilihat di Tugu Khatulistiwa yang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Disana bayangan akan menghilang beberapa detik bila berada di dekat Tugu Khatulistiwa.
Otak Karin yang kehabisan akal tak dapat menghapus bayang-bayang Zaka pun berfikir, dia harus melakukan “terapi penghapusan bayang-bayang” (terapi ala gadis 16 tahun yang kehabisan akal menghapus bayang-bayang pria yang di cintainya).  Ketika ia melihat bayangan dirinya hilang, maka begitu juga seharusnya dengan bayang-bayang Zaka di hatinya. Ia menganggap ini sebagai sugesti untuk dirinya sendiri.
Demi melakukan “terapi penghapusan bayang-bayang”, Karin memberanikan diri untuk izin pulang dengan berbohong sedang sakit datang bulan. Wajah memelasnya didukung sebagai anak teladan di sekolah tak membuat guru curiga ia sedang berbohong.
Sesampai di Tugu Khatulistiwa, bercucuran keringat sudah pasti. Orang yang berada di sekitar tugu berbentuk 4 pilar tonggak belian dengan lingkaran dan anak panah  ini juga merasakan hal yang sama.
Karin mengambil posisi, menantikan saat dimana bayangannya hilang dalam beberapa detik. Ia memejamkan matanya memohon pengharapan terapi ala dirinya dapat berhasil..
“Jika aku melihat bayangan mengilang, maka bayang-bayang Zaka juga akan menghilang dari benakku.” ucap Karin berulang kali seperti merapal mantra.
Perlahan Karin membuka mata. Bayangan dirinya memang menghilang, tapi bayangan Zaka di hatinya tetap saja masih ada. Karin kecewa, terapi konyolnya gagal.  Ia berjalan risau tanpa memperhatikan bahwa  disekitarnya ramai. Tak sengaja tangan Karin menyenggol kamera milik pria disebelahnya, ia sadar setelah bunyi kamera tersebut jatuh.
“Maaf, Maaf, aku akan menggantinya kok! Pasti aku ganti! Pasti!”
Orang tersebut terkekeh melihat kesungguhan Karin. “Ganti dengan mentraktirku makan bubur pedas saja ya anak kecil,”
Karin memperhatikan orang yang ada di depannya itu, seorang pria dengan name tag Randa Oktora ini ialah wartawan koran Tribun Pontianak.
“Apa aku masih anak sekolah kamu tak yakin aku dapat menggantinya?” tanya Karin.
Randa mengernyitkan dahinya. “Iya, anak kecil.”   
“Sini ponselnya bang?” Karin menarik ponsel Randa yang sedari tadi Randa pegang. Ia mengetik nomor ponselnya di ponsel Randa. “Hubungi saja aku nanti, aku pasti menggantinya”
“Apa ini cara anak SMP menarik perhatian pria?”
Karin menghela nafas panjang, “Maaf ya, saya ini bukan anak SMP. Hubungi saya saja nanti, pasti akan saya ganti!”
***
Hei anak kecil! Malam ini jam 7, ketemuan di foodcourt Ayani Mega Mall. By: Randa.
Pesan masuk dari Randa membuat Karin bergegas ke kamar mengecek buku tabungannya. Adapun uang tabungan yang sudah di simpan sejak kelas 1 SMA untuk berlibur ke luar negeri ketika lulus. Karin memelas memandangi buku tabungannya.
Sesuai dengan janji, Karin datang tepat waktu. Sayangnya ia harus menunggu. Randa yang telat hampir dua jam lamanya.
Karin sudah emosi, begitu Randa menghampirinya, Karin langsung menyodorkan uang di meja makan mereka. “Nih uangnya, segitu cukup untuk mengganti kamera yang rusak?”
“Wah anak kecil, dapat uang dari mana sebanyak itu dalam sehari? Aku gak mau nerima uang haram lho,”
“Astafirullah bang, berhenti manggil aku anak kecil. Namaku Karin dan itu bukan uang haram!”
“Hahaha aku bercanda doang kok, nih uang kamu simpan ya, kameraku gak usah di ganti, aku cuma ingin lihat kesungguhan omongan anak kecil seperti kamu.”
Amarah Karin memuncak mengetahui Randa ternyata mempermainkannya. Ia hendak bergegas meninggalkan Randa, tapi terdengar suara Risti salah satu temannya di sekolah  menyapa, membuat Karin tak dapat pergi.
“Rin, siapa tuh? Pacar kamu? Cieee Karin sudah punya pacar,” kata Risti menggoda.
“Iya, kenalin, ini pacar aku. Namanya Randa.”
Karin mengedipkan sebelah mata ke arah Randa dan berharap Randa tak banyak bicara mengerti dengan situasi dimana Karin membual demi harga dirinya yang sudah di sobek-sobek oleh Nina. Dia menunjukkan ke orang lain, bahwa dia dapat mempunyai pacar yang lebih tampan dari Zaka. Yaa, Randa memang lebih tampan dari Zaka.
 “Maaf bang, tadi aku menjual namamu untuk kepentingan pribadi.”
“Dasar anak kecil!”
“Aku cuma menyelemati harga diriku bang, setiap hari aku harus melihat orang yang ku sayang bermesraan sama sahabatku sendiri. Sahabatku malah membeberkan ke pria itu kalau aku menyukainya dan menjadikan itu sebagai lelucon.”
“Demi harga dirimu itu, iya aku maafkan.”
“Huh lega, kalau gitu aku permisi pulang.” kata Karin langsung melenggang pergi.
Randa memandangi Karin yang sudah berjalan membelakanginya. Punggung gadis itu telah cukup lelah menyimpan beban yang ia rasa sendiri.
***
Keesokan hari di sekolah, heboh Karin sudah mempunyai pacar. Karin tak menyangka efeknya akan seperti ini. Di parkiran saja Karin sudah di goda teman-temannya. Itu baru di parkiran, belum lagi di dalam kelas.
“Rin, kamu benar sudah punya pacar?” sapa Zaka.
Karin bingung mau jawab apa, jika dia bilang tidak maka akan ketahuan kalau kemarin dia bohong. Karin mengangguk pelan menundukkan kepalanya.
“Telat ya berarti kalau aku bilang aku suka sama kamu.”
“Hah? Bercanda kamu Zak.”
“Aku serius Rin, Sebelum pacaran sama Nina aku udah suka sama kamu duluan, tapi kamu tahu lah Nina orangnya pandai mengambil hati orang. Awalnya aku sempat terpikat sama dia, tapi setelah aku tau sikap asli dia, aku ingin kamu yang jadi pacarku.”
Karin tersanjung mendengar pengakuan Zaka, tapi dia bukan Nina yang bisa mengkhianati sahabatnya sendiri. Jika dia bilang mencintai Zaka juga, ia tak lebih sama dari Nina.
“Rin, aku sadar, perasaan itu soal kenyamanan hati. Aku nyamannya sama kamu, bukan sama Nina. Kamu ingat, saat aku di tuduh menyontek ulangan sejarah dan terancam nilai nol? Nina marah-marahin aku, tapi kamu berusaha untuk menghibur aku. Itulah beda kamu dengan Nina.”
“Maaf. Aku kan udah punya pacar Zak,” kata Karin, lalu ia mempercepat langkah masuk kedalam kelas. Kata yang sebenarnya tak ingin dia ucapkan ke Zaka pun terlontar begitu saja.
Sampainya di kelas, teman-teman heboh menggodanya, kecuali Nina. Wanita berwajah oval itu sibuk memainkan game di ponsel. Ketika Karin menarik kursi dan duduk disampingnya, ia hanya mendilik sinis.
“Nin, kamu marah sama aku?”
Nina diam tak menjawab pertanyaan. Karin cemas, karena sebelumnya mereka tak pernah bertengkar. “Kamu tahu ya Nin?”
“Yup!”
“Maaf Nin, aku gak akan ngerebut Zaka dari kamu. Aku kan sudah punya pacar.”
Nina terbelalak, ada yang tak dia mengerti disini. Dia marah dengan Karin karena Karin tak menceritakan kedekatannya dengan Randa, dan tak ada sangkut pautnya dengan Zaka. “Maksudmu Zaka Rin?”
Karin sadar dia salah berbicara disini, tak mungkin Zaka memberitahu Nina kalau Zaka menyukai dirinya. Karin diam mengunci mulutnya.
“Jangan bilang Zaka nembak kamu Rin?” terka Nina.
Skakmat! Insting Nina boleh diacungi jempol, dia tahu dan dapat membaca kegugupan Karin.
“Bukan kok Nin,” tangkis Karin smabil menggaruk-garuk kepalanya.
“Ah, jangan bohong! Kamu jangan gede rasa Rin, aku dan Zaka memang lagi kelahi. Kalaupun asumsiku benar dan Zaka bilang menyukai kamu, itu akal-akalannya saja untuk membuatku kesal!”
. Karin menahan tangis, mendengar kata yang keluar dari mulut Nina lebih tajam daripada pisau.
“Aku jadi penasaran dengan pacar baru kamu. Sore ini kamu ajak pacar baru kamu  ke tempat biasa kita ngumpul. Kita double date.”
Jeger! Karin bingung dalam kebohongannya sendiri. Apa Randa mau di ajak bertemu lagi setelah kejadian curhat colongan kemarin malam? Tanpa pikir panjang, Karin membuang rasa malunya mengirimi pesan singkat untuk Randa membantunya lagi kali ini.
Beberapa menit kemudian Randa membalas pesan, ia mengiyakan permintaan Karin.
***
“Lama sekali pacar kamu Rin?” ketus Nina.
Karin menggaruk-garuk kepalanya, rasanya ingin kabur saja jika ketahuan ini semua hanya kebohongan.
Zaka mencuri pandang pada Karin, memandangi gadis berwajah mungil itu tak dapat menutupi rasa gelisah. Insting Nina yang tajam menyadari itu, ia semakin memasamkan wajah.
“Maaf semuanya, aku telat” sapa Randa menghampiri meja mereka.
Karin tersenyum berseri-seri menghargai kedatangan Randa. Harga dirinya terselamatkan hari ini.
“Abang? Kau pacaran dengan Karin?” tanya Zaka heran.
Kedua pria itu saling pandang dengan ekspresi yang sama, kaget. Faktanya Zaka dan Randa bersaudara. Sekarang wajah Zaka yang bersungut masam.
Suasana menjadi canggung, Randa menarik paksa tangan Karin dan berbicara di luar.
“Sampai kapan kamu bohong? Zaka tuh suka sama kamu Rin! Dia pernah cerita sama aku. Aku abangnya, kalau aku tahu Karin yang Zaka sering ceritakan ke aku tuh Karin kamu, tak mungkin aku bantu kamu.”
“Percuma Zaka suka sama aku, toh mereka sekarang sudah berpacaran, dan aku nggak akan nyakitin hati Nina bang.”
“Tapi Nina udah nyakitin hati kamu Rin! Pertahankan cinta yang kamu punya, cinta kamu bukan sekedar bayang-bayang. Orang yang kamu suka juga suka sama kamu!” ”
Karin enggan berdebat dengan Randa. Ia kembali lagi ke meja makan meninggalkan Randa di luar.
Karin hanyalah Karin yang sulit mengutarakan kata hatinya pada Nina.
***
Tidak ada yang berubah setelah kejadian kemarin, Nina tetap mengajak Karin ke kantin sekolah bersama Zaka juga. Karin tak dapat menolak ajakan itu. Demi satu alasan, dapat dekat dan melihat pria yang ia cintai.
“Sampai kapan kalian akan seperti ini sama aku?” kata Nina tiba-tiba.
“Maksudnya Nin?
“Usah sok polos Rin, aku sudah tau dari bang Randa. Kamu bohong kan pacaran sama dia. Aku memang sudah jahat sama kamu Rin, aku minta maaf. Untuk kamu Zak, seharusnya kamu jujur sama aku kalau kamu suka dengan Karin. Kita putus!”
“Nin, Maafin aku juga. Aduh kenapa jadi begini? Kalian kok jadi putus sih.”
“Udahlah, jangan merasa nggak enak hati sama aku Karin,” Nina lalu menyatukan tangan Karin dan Zaka. “kalian pasangan yang serasi kok, jangan bohongin perasaan kalian lagi ya.” Nina tersenyum lalu meninggalkan mereka berdua.
“Nin!” seru Karin bangkit dari kursi.
Karin ingin mengejar Nina, tapi tangannya di tahan oleh Zaka. Pria berlesung pipi itu menggeleng, mengungkap kata “jangan” dalam diam. Ia mengenggam tangan Karin erat. Genggaman tangan dari sebuah bayangan yang menjadi nyata.

0 Response to "Cinta Tanpa Bayangan "

Posting Komentar