Fiksi MIni (Part 2)


Selasa Pagi Yang Indah
Karena hari ini selasa aku selalu datang cukup awal ke kampus. Untuk menunggumu melewati koridor kelas. Dapatkah ku melihatmu pagi ini? Walau hanya sekejap,hanya melihat kamu baik-baik saja. Suara langkah kaki yang biasanya ku dengar sepertinya semakin mendekat. Iya itu kamu,si pemilik tas punggung hitam dan jaket berwarna abu
Dengan postur tubuh yang menjulang tinggi dan ringkih itu, kamu melangkah pasti menuju kelas yang berada disebelah kelasku. Seketika senyuman manis tercetak di bibirku. Dan seperti biasa aku enggan betah berada di kelas ku. Menantikan dosen yang tak kunjung datang
Sesekali kulewati kelasmu,tanpa sadar aku sudah di sini. Di sudut kelasmu yang tak pernah kamu ketahui. Sambil berbincang dengan temanku aku melihatmu. Bola mata kita sering  tak sengaja bertemu, namun belum saling tahu,Miris tapi  manis. KITA...

Temanmu Yang Lancang
Kenapa aku memilih diam di saat kita masih bisa bertemu. Berusaha menyembunyikan segalanya. Karena sapamu yang membuat  jantungku berdetak tak karuan hanyalah hal biasa yang ku maknai dengan luar biasa. Karena pasti kamu akan  sangat terbebani jika kamu tahu aku mulai menyukaimu.
Mungkin aku tak punya tempat di hatimu. Meskipun kamu telah menempati sudut hati ku yang sepi. Apakah aku harus menyerah dengan perasaan ini?
Jika namamu selalu terucap dalam doaku. Jika masih ada air mata ketika mengingatmu, berarti kamu masih segalanya. Berharap ini bukan obsesi melainkan perasaan tulus dari hati

Teriakan hati  seseorang yang tak bisa kamu pandang
Dari  temanmu yang sedikit lancing.


Maafkan Ibu Nak
Anakku yang tampan. Anakku yang pemberani. Malam ini dia aku tinggalkan sendiri lagi. Sekali bahkan dua kali aku menerima keluhannya. Melalui pesan singkat yang ia kirimkan kepadaku.
“Ibu lembur lagi?”
“Ibu jam berapa pulang?”
Perasaan bersalah sering terbesit di sanubari. Maafkan ibu nak, matahari tak cukup melihat ibu bekerja. Bulan pun harus melihat peluh keringat ibu malam ini. Ini semua untuk kamu nak,untuk hidup kita berdua. Setidaknya kelak ibu ingin kamu menjadi orang hebat. Anak Ibu yang dapat Ibu banggakan


Aku Ingin Tahu
Aku ingin tahu, apakah ada sosokku berputar dalam pikiranmu? Seperti kamu yang memenuhi ruang otakku.
Aku ingin tahu, apakah perhatianmu hanya untukku? Seperti kamu satu-satunya pria yang selama ini ku perhatikan.
Aku ingin tahu, apakah aku pernah ada dalam baris doa mu? Seperti kamu yang sering ku bicarakan dengan Tuhan.
Untuk segala rasa yang belum dapat kau ketahui. Untuk segala rindu ku yang tak pernah kamu tahu. Aku masih menunggumu.


Sepertiga Malam
Waktu menunjukkan sepertiga malam. Langit malam ini begitu terang. Rembulan mungkin sedang  bergembira. Tak segan ia menyinari langit yang gelap
Seperti sudah menjadi kebiasaan. Aku  terbangun dari tidurku. Mensucikan badan ini dengan wudhu. Melaksanakan sunah di sepertiga malam
Dalam pengadahan tangan setelah salam. ku selipkan baris-baris doa untuk mereka
Kedua orang tua yang tulus dan sabar. Tak jarang juga melampiaskan curahan hati. Kepada sang Maha Pengasih dan Penyayang.
Sungguh sepertiga malam yang khidmat.


Setidaknya
Apakah mempermainkanku terlihat menyenangkan? Apakah menyakitiku terlihat lucu? Apakah kau tak punya hati?
Aku bukan wanita pemuas nafsumu. Aku bukan tempat kau luapkan emosimu. Aku juga punya hati.
Setidaknya Kau menghargai aku. Setidaknya Kau perlakukan aku, layaknya manusia!
Aku bukan sampah. Aku bukan binatang. Aku juga seorang wanita berharga. Milik kedua orang tua ku.


Bahagia
Dapat melihat senyuman yang terukir manis diwajahmu, aku bahagia...
Merasakan dekapan hangat saat dingin menyeregap, aku bahagia...
Bahagia itu berbagi tawa denganmu, bahagia itu ada dipelukmu, bahagia itu  saat bersamamu... Kekasihku...


Ayah dan Sepeda Tua
Dia pahlawan di keluarga sederhana ini. Dengan sepeda tua yang di kayuhnya itu. Ia bekerja keras  setiap harinya. Untuk mendapatkan sesuatu yang dinamakan UANG
Di mulai dari sang surya yang menerbitkan sinarnya, hingga langit menjadi gelap berganti menjadi sang rembulan. Ia memeras keringatnya demi meredam rasa kelaparan. Dari anak dan istrinya. Demi kelangsungan pendidikan anak-anak kebanggaannya yang menjadi penyemangat hidup bagi seorang Ayah bersepeda tua 

Terima Kasih Tuhan
Udara pagi hari yang dapat ku hirup dengan bebasnya. Pemandangan alam semesta yang dapat kulihat dengan jelasnya.
Merdunya suara burung yang dapat ku dengar dengan indahnya
Serta dapat memberikan senyuman terhadap orang-orang yang ku sayangi setiap harinya
Terima kasih Tuhan atas karunia mu. Aku dapat terus merasakan kuasa Mu
Aku dapat terus  bersyukur atas keindahan hidup yang  Engkau berikan kepadaku...


Biarkan Mata yang Bicara
Aku bertemu dengannya lagi, pria beralis tebal dan bertubuh kurus itu. Yang sudah beberapa hari ini ku perhatikan diam-diam.
Di kelas ini ekor mataku seakan-akan ingin terus melihat ke arah nya. Sesekali ku curi pandang ke arahnya. Ku dapati dia sering memutar-mutarkan bolpoin hitam yang melekat di jemarinya.
Mungkin ia sadar aku terus memperhatikannya. Sesekali di saat mata kami saling bertemu, ia tersenyum manis  kepada ku
Hanya itu saja.... Hanya sebatas tatapan mata saja, aku dapat merasakan kehangatan dari pria berwajah ramah itu.

Tidak kah kau berfikir?
Apa yang kau cari di dunia ini? Apakah Kepuasan materi atau  kesombongan diri?
Tidak kah kau berfikir, bahwa di atas langit masih ada langit?
Tidak dapatkah kau belajar dari ilmu padi?
Masih ada kah waktu untuk mu berfikir? Bahwa akan cepat roda  berputar. Jika kau tak dapat menjaganya?


Semilir Angin Malam
Malam ini di depan teras rumah ku. Aku menunggu kepulanganmu. Hampir 3 tahun sudah aku tak melihatmu.
Semilir angin malam menemaniku untuk menyambut kedatanganmu, pria yang selalu ku rindukan setiap harinya.
Yang ku harapkan kini telah datang, dengan postur tubuh yang tegap menjulang. Ia melangkah pasti menuju ke arahku.
Semillir angin malam seakan berbisik kepadaku. Seakan menyanyikan  luapan lagu rindu . Untukmu kekasihku.


Dalam Doa
Setia dan terus mencintaimu. Itu semua adalah pilihan yang ku ambil dalam hidupku
Di saat mata ini tak dapat sesering dahulu melihat senyummu. Di saat tangan kita tak dapat lagi menyatu mengenggam erat jemari. Di saat pelukanmu tak dapat kurasakan lagi di kala resah
Hanya dalam doa yang ku panjatkan kepada sang pengasih. Aku memanggilmu untuk kembali. Dan hanya dalam doa penguat hatiku untuk percaya kamu akan kembali suatu saat nanti



Jangan Menangis, Ma
Kebodohan apa yang telah ku lakukan. Hingga  membuat air di mata indah itu. Dengan derasnya mengalir tanpa henti.
Perkataan jahat  yang keluar dari mulut busuk ku ini tak  sepantasnya terdengar olehmu. Maafkan anakmu ini, ma. Emosi sesaat yang meluap membuatmu  bersedih
Jangan menangis, ma. Janjiku tak kan lagi aku berkata kasar kepada mu.


Menjadi Satu
Berjalan bersama berdandengan tangan. Mengelilingi jalanan kota hujan yang sejuk. Tak jarang kami saling memandang dan tersenyum.
Menyinggahi kedai kopi yang berada tak jauh dari jalan utama, tak lupa kami mencicipi aneka kuliner khas kota ini.
Hari sudah petang... Matahari mulai menyembunyikan sinarnya. Langsung saja mata kami bersamaan. Melihat senja yang indah hari itu.







0 Response to "Fiksi MIni (Part 2)"

Posting Komentar