Selasa Pagi Yang Indah
Karena
hari ini selasa aku selalu datang cukup awal ke kampus. Untuk menunggumu melewati koridor kelas. Dapatkah ku melihatmu
pagi ini? Walau hanya
sekejap,hanya melihat kamu baik-baik saja. Suara
langkah kaki yang biasanya ku dengar sepertinya semakin mendekat. Iya itu kamu,si pemilik
tas punggung hitam dan jaket berwarna abu
Dengan
postur tubuh yang menjulang tinggi
dan ringkih itu, kamu melangkah pasti menuju kelas
yang berada disebelah kelasku. Seketika
senyuman manis tercetak di bibirku. Dan
seperti biasa aku enggan betah berada di kelas ku. Menantikan dosen yang tak kunjung datang
Sesekali
kulewati kelasmu,tanpa
sadar aku sudah di sini. Di
sudut kelasmu yang tak pernah kamu ketahui. Sambil
berbincang dengan temanku aku melihatmu. Bola
mata kita sering tak sengaja bertemu, namun belum saling tahu,Miris tapi manis.
KITA...
Temanmu Yang Lancang
Kenapa
aku memilih diam di saat kita masih bisa bertemu. Berusaha
menyembunyikan segalanya. Karena sapamu yang membuat jantungku berdetak tak karuan hanyalah
hal biasa yang ku maknai dengan luar
biasa. Karena pasti kamu akan sangat terbebani jika
kamu tahu aku mulai menyukaimu.
Mungkin
aku tak punya tempat di hatimu. Meskipun kamu
telah menempati sudut hati ku yang sepi. Apakah aku harus
menyerah dengan perasaan ini?
Jika namamu selalu terucap dalam doaku. Jika
masih ada air mata ketika mengingatmu, berarti
kamu masih segalanya. Berharap ini bukan obsesi melainkan
perasaan tulus dari hati
Teriakan
hati seseorang yang tak bisa kamu
pandang
Dari
temanmu yang sedikit lancing.
Maafkan Ibu Nak
Anakku yang tampan. Anakku yang pemberani. Malam ini dia
aku tinggalkan sendiri lagi. Sekali bahkan dua kali aku menerima keluhannya. Melalui
pesan singkat yang ia kirimkan kepadaku.
“Ibu lembur lagi?”
“Ibu jam berapa pulang?”
Perasaan bersalah sering terbesit di sanubari. Maafkan
ibu nak, matahari tak cukup melihat ibu bekerja. Bulan pun harus melihat peluh
keringat ibu malam ini. Ini semua untuk kamu nak,untuk hidup kita berdua. Setidaknya
kelak ibu ingin kamu menjadi orang hebat. Anak Ibu yang dapat Ibu banggakan
Aku Ingin Tahu
Aku ingin tahu, apakah ada sosokku berputar dalam
pikiranmu? Seperti kamu yang memenuhi ruang otakku.
Aku ingin tahu, apakah perhatianmu hanya untukku? Seperti
kamu satu-satunya pria yang selama ini ku perhatikan.
Aku ingin tahu, apakah aku pernah ada dalam baris doa mu?
Seperti kamu yang sering ku bicarakan dengan Tuhan.
Untuk segala rasa yang belum dapat kau ketahui. Untuk
segala rindu ku yang tak pernah kamu tahu. Aku masih menunggumu.
Sepertiga Malam
Waktu menunjukkan sepertiga malam. Langit malam ini
begitu terang. Rembulan mungkin sedang
bergembira. Tak segan ia menyinari langit yang gelap
Seperti sudah menjadi kebiasaan. Aku terbangun dari tidurku. Mensucikan badan ini
dengan wudhu. Melaksanakan sunah di sepertiga malam
Dalam pengadahan tangan setelah salam. ku selipkan
baris-baris doa untuk mereka
Kedua orang tua yang tulus dan sabar. Tak jarang juga melampiaskan
curahan hati. Kepada sang Maha Pengasih dan Penyayang.
Sungguh sepertiga malam yang khidmat.
Setidaknya
Apakah mempermainkanku terlihat menyenangkan? Apakah
menyakitiku terlihat lucu? Apakah kau tak punya hati?
Aku bukan wanita pemuas nafsumu. Aku bukan tempat kau
luapkan emosimu. Aku juga punya hati.
Setidaknya Kau menghargai aku. Setidaknya Kau perlakukan
aku, layaknya manusia!
Aku bukan sampah. Aku bukan binatang. Aku juga seorang
wanita berharga. Milik kedua orang tua ku.
Bahagia
Dapat melihat senyuman yang terukir manis diwajahmu, aku
bahagia...
Merasakan dekapan hangat saat dingin menyeregap, aku
bahagia...
Bahagia itu berbagi tawa denganmu, bahagia itu ada
dipelukmu, bahagia itu saat bersamamu...
Kekasihku...
Ayah dan Sepeda Tua
Dia pahlawan di keluarga sederhana ini. Dengan sepeda tua
yang di kayuhnya itu. Ia bekerja keras setiap harinya. Untuk mendapatkan sesuatu yang
dinamakan UANG
Di mulai dari sang surya yang menerbitkan sinarnya, hingga
langit menjadi gelap berganti menjadi sang rembulan. Ia memeras keringatnya demi
meredam rasa kelaparan. Dari anak dan istrinya. Demi kelangsungan pendidikan anak-anak
kebanggaannya yang menjadi penyemangat hidup bagi seorang Ayah bersepeda
tua
Terima Kasih Tuhan
Udara pagi hari yang dapat ku hirup dengan bebasnya. Pemandangan
alam semesta yang dapat kulihat dengan jelasnya.
Merdunya suara burung yang dapat ku dengar dengan
indahnya
Serta dapat memberikan senyuman terhadap orang-orang yang
ku sayangi setiap harinya
Terima kasih Tuhan atas karunia mu. Aku dapat terus
merasakan kuasa Mu
Aku dapat terus bersyukur
atas keindahan hidup yang Engkau berikan
kepadaku...
Biarkan Mata yang Bicara
Aku bertemu dengannya lagi, pria beralis tebal dan
bertubuh kurus itu. Yang sudah beberapa hari ini ku perhatikan diam-diam.
Di kelas ini ekor mataku seakan-akan ingin terus melihat
ke arah nya. Sesekali ku curi pandang ke arahnya. Ku dapati dia sering
memutar-mutarkan bolpoin hitam yang melekat di jemarinya.
Mungkin ia sadar aku terus memperhatikannya. Sesekali di
saat mata kami saling bertemu, ia tersenyum manis kepada ku
Hanya itu saja.... Hanya sebatas tatapan mata saja, aku
dapat merasakan kehangatan dari pria berwajah ramah itu.
Tidak kah kau berfikir?
Apa yang kau cari di dunia ini? Apakah Kepuasan materi atau kesombongan diri?
Tidak kah kau berfikir, bahwa di atas langit masih ada
langit?
Tidak dapatkah kau belajar dari ilmu padi?
Masih ada kah waktu untuk mu berfikir? Bahwa akan cepat
roda berputar. Jika kau tak dapat
menjaganya?
Semilir Angin Malam
Malam ini di depan teras rumah ku. Aku menunggu
kepulanganmu. Hampir 3 tahun sudah aku tak melihatmu.
Semilir angin malam menemaniku untuk menyambut
kedatanganmu, pria yang selalu ku rindukan setiap harinya.
Yang ku harapkan kini telah datang, dengan postur tubuh
yang tegap menjulang. Ia melangkah pasti menuju ke arahku.
Semillir angin malam seakan berbisik kepadaku. Seakan
menyanyikan luapan lagu rindu . Untukmu
kekasihku.
Dalam Doa
Setia dan terus mencintaimu. Itu semua adalah pilihan yang
ku ambil dalam hidupku
Di saat mata ini tak dapat sesering dahulu melihat
senyummu. Di saat tangan kita tak dapat lagi menyatu mengenggam erat jemari. Di
saat pelukanmu tak dapat kurasakan lagi di kala resah
Hanya dalam doa yang ku panjatkan kepada sang pengasih. Aku
memanggilmu untuk kembali. Dan hanya dalam doa penguat hatiku untuk percaya kamu
akan kembali suatu saat nanti
Jangan Menangis, Ma
Kebodohan apa yang telah ku lakukan. Hingga membuat air di mata indah itu. Dengan
derasnya mengalir tanpa henti.
Perkataan jahat
yang keluar dari mulut busuk ku ini tak
sepantasnya terdengar olehmu. Maafkan anakmu ini, ma. Emosi sesaat yang
meluap membuatmu bersedih
Jangan menangis, ma. Janjiku tak kan lagi aku berkata
kasar kepada mu.
Menjadi Satu
Berjalan bersama berdandengan tangan. Mengelilingi
jalanan kota hujan yang sejuk. Tak jarang kami saling memandang dan tersenyum.
Menyinggahi kedai kopi yang berada tak jauh dari jalan
utama, tak lupa kami mencicipi aneka kuliner khas kota ini.
Hari sudah petang... Matahari mulai menyembunyikan
sinarnya. Langsung saja mata kami bersamaan. Melihat senja yang indah hari itu.
0 Response to "Fiksi MIni (Part 2)"
Posting Komentar