Saya
addict dengan yang namanya K-pop
sejak 4 tahun belakangan ini. Saya pun sudah terbiasa dengan embel-embel
panggilan “korea” di belakang nama saya. Susah sekali bagi saya untuk nggak
ngikutin berita seputar dunia K-pop seharipun, atau nggak mendengarkan musik dari
boyband atau penyanyi kesukaan saya. Lantas, bagaimana jika saya hidup tanpa
hal-hal itu? Pastinya hidup saya ada yang kurang aja gitu. Kayak gado-gado
tanpa bumbu kacangnya. Hahaha. Jika Athaya pernah mengecat kuku berwarna oranye
sehingga mirip dengan high heels peep toe
oranye, (yang ia kenakan waktu pertama kali ketemu Ibra) kalau saya suka
mencocokkan lagu K-pop yang ingin saya dengar sesuai dengan suasana hati saya.
I’m Happy being a K-pop
addict. Kesenangan saya ini nggak mau saya simpan sendiri. Yup, saya juga senang kalau teman-teman di sekitar
juga ketularan suka dengan apa yang saya sukai. Seru rasanya jika kumpul
bersama mereka. Kami berbincang dan tertawa sampai mulut sengal. Yang kami
perbincangkan, ya seputar boyband yang kami suka. Pernah beberapa kali, di saat weekend kami menginap semalaman di
salah satu rumah teman, menonton rekaman konser boyband favorit.
Folder di laptop yang di beri nama "KPOP" ialah kumpulan music video, foto dan variety show yang kebanyakan berisi tentang boyband-boyband korea. :)
***
Rasa
senang itu kadang terusik, karena terdengar bisik-bisik menusuk telinga yang
mengatakan, kalau jadi K-popers alias
K-pop addict itu nggak ada gunanya.
Hah?
Masa? Hmm, nggak juga tuh.
Bagi
sebagian orang, mungkin K-pop addict
itu memang aneh, tapi menurut saya, yang saya lakukan bukan kegiatan aneh yang
menjurus ke arah negatif lho.
Dari
menyukai boyband negeri ginseng ini, saya tertarik mempelajari bahasa mereka.
Hasilnya, 3 tahun yang lalu saya les bahasa korea bersama teman-teman yang juga
ingin belajar. Saya belajar dengan tekun dan dengan hati yang senang. “Do what you love, and love what you do.”
Kata-kata itu cocok sekali dengan saya. Walaupun bahasa korea saya nggak
fasih-fasih amat, saya akhirnya bisa baca tulisan hangeul. Setidaknya akan bermanfaat jika someday saya pergi berlibur kesana. Toh, masyarakat Korea jarang
banget yang bisa bahasa inggris dengan baik. Hihihi.
Di
tempat les bahasa korea, saya bertemu lebih banyak orang yang mempunyai
kesamaan seperti saya. Oh ya, karena di tempat les saya juga rumah makan masakan
korea, saya jadi tahu cara membuat kimbab. Sering kali ketika kumpul bersama
teman-teman, kami membuat kimbab bersama. Yummy!
***
Merasa
sudah sedikit pandai berbahasa korea, saya juga mempunyai seorang teman yang
tinggal di Incheon, salah satu kota di Korea Selatan. Internet dapat
menghubungkan saya berteman dengan siapa saja, baik orang tersebut ada di
negara yang belum pernah saya datangi sekalipun. Nama teman saya itu Park Eun
A, dia baik dan ramah. Sebelum berkenalan dengannya, saya pernah beberapa kali
mempunyai teman chat dari Seoul,
namun mereka tak seramah Eun A. Baru dengan Eun A inilah, saya intens terus
menerus berkirim email, dan saling mengirimi barang di saat kami ulang tahun.
Barang yang saya kirim sih produk lokal indonesia, kayak keripik tempe, amplang
dan tas batik. Sama seperti saya, dia juga mengirimi snack dan permen dari korea, dan juga CD Album Super Junior. Sampai
saat ini, saya belum pernah melihatnya secara langsung. Semoga aja nanti saya
dapat bertemu dengannya dan akan saya jejali makanan khas indonesia lainnya,
biar dia kecanduan.
***
Tulisan ini saya buat untuk mengikuti Writing Contest "Me Versus The Geek Athaya" yang diselenggarakan oleh Stiletto Book
Wish me luck! Yeheeet!
0 Response to "I’m Happy being a K-pop Addict"
Posting Komentar